Panduan Lengkap Tata Cara Shalat Sunnah Rawatib Berdasarkan Tuntunan Rasulullah SAW


Panduan Lengkap Tata Cara Shalat Sunnah Rawatib Berdasarkan Tuntunan Rasulullah SAW

Izzul Islam. Shalat merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT, sehingga shalat merupakan kewajiban (fardhu’ain) bagi umat Islam, firman Allah: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat. (An-Nisa’: 77) Kemudian Allah memerintahkan agar hambanya memelihara shalat dan disarankan agar khusu’ hanya karena Allah, sebagaimana firman Allah: Periharalah segala shalat dan shalat wustha dan hendaklah kamu berdiri karena Allah yang khusyu’. (QS. AL-Baqarah: 238).

Berikutnya dasar kewajiban melaksanakan shalat dari hadits. Salah satu hadits yang mewajibkan shalat yang hal ini diperintahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W pada malam isra’, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, kemudian dinukil Faisal ibnu Abdul Aziz AL- Mubarok, sebagai mana hadits berikut:

Diwajibkan shalat itu atas Nabi SAW pada malam isra’ lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga lima kali, kemudian Nabi dipanggil, ya Muhammad sesungguhnya diganti (diubah) ketetapan itu disisiku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali”[1]

Islam memberikan kewajiban shalat kepada mukhalaf untuk menjalankan shalat fardhu (lima waktu) sehari semalam. Bahkan, amalan shalat ini perlu ditanamkan kepada seorang muslim sejak ia masih kanak-kanak. Anak hendaknya diperintahkan shalat sejak umur 7 tahun bahkan diperintahkan keras apabila telah mencapai 10 tahun, ketentuan ini sesuai dengan sabda Rasul: Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun dan bila perlu pukullah mereka enggan mengerjakannya diwaktu usia mereka meningkat sepuluh tahun.[2]

Rasulullah SAW bersabda: Ajarkanlah anak untuk mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ketika berusia sepuluh tahun jika tidak mau shalat. (HR. Al- Thurmudzi dari Abdul Malik bin Rabi bin Sabrah). Dengan dasar-dasar tersebut jelaslah bahwa Al-Qur’an dan hadits telah memerintahkan kewajiban mengerjakan shalat lima waktu dan larangan untuk meninggalkannya. bahkan dianjurkan untuk melaksanakan shalat sejak dini yaitu sejak masih anak-anak.

Pembagian Shalat dalam Islam

Shalat secara garis besar terbagi menjadi dua macam yaitu Shalat Fardhu (maktubah) dan Shalat Tathauwu (nafilah). Shalat fardhu yaitu shalat yang bila ditinggalkan dengan sengaja dihukum durhaka, yaitu : dhuhur, ashar, maghrib, ‘isya dan subuh.

Shalat fardhu ini masih juga ada cabangnya, yaitu ada yang difardhukan atas tiap-tiap pribadi muslim yang berakal, baik lelaki maupun perempuan, baik merdeka ataupun budak belian. Fardhu yang demikian itu dinamakan fardhu ‘ain. Dan ada yang difardhukan atas jamaah. Tetapi apabila telah dikerjakan oleh sebagian jamaah, lepaslah yang tidak turut mengerjakan dari kewajiban mengerjakannya, seperti shalat jenazah. Fardhu yang demikian ini, dinamakan fardhu kifayah.

Shalat Tathauwu’ (nafilah) yaitu shalat-shalat yang tidak keras dituntut kita mengerjakannya dan Rasul pun tidak kekal mengerjakannya. Imam Al Ghazzaly berkata, bahwa shalat nafilah terbagi menjadi kepada dua bagian, yaitu: Sunnat, yaitu yang banyak dikerjakan oleh rasulullah saw. Seperti shalat rawatib, shalat malam, atau shalat tahajud. Dan Mustahab, yaitu yang diterima keterangan tentang keutamaannya, tetapi tidak banyak dikerjakan oleh rasulullah saw. Seperti shalat dikala keluar dari rumah dan shalat untuk bersafar.[3] Shalat nafilah itu terbagi atas dua bagian juga, yaitu:

  1. Shalat nafilah yang dilakukan dengan tidak ada sebab, shalat nafilah ini terbagi menjadi dua macam, yaitu Muthlaq dan Muqayyad. 1) Shalat Nafilah Muthlaq, shalat ini hanya memerlukan niat shalat saja. Kata An Nawawy :”Apabila seseorang masuk ke dalam sesuatu shalat tathawwu’ dengan tidak berniat beberapa rakaat yang akan dikerjakan, dia boleh bersalam sesudah satu rakaat atau boleh juga ia menjadikannya dua rakaat, tiga rakaat, seratus ataupun seribu rakaat. Sekiranya ia bershalat, tetapi ia tidak mengetahui lagi berapa rakaat yang sudah dikerjakannya, lalu ia bersalam, shalatnya itu sah. Demikianlah nash Asy Syafi’y dalam Al Imla’.” 2) Shalat Nafilah Muqayyad, shalat ini terbagi menjadi dua yaitu, (a). shalat yang mengiringi shalat fardhu (sunah rawatib), (b). shalat yang tidak mengiringi shalat fardhu.
  2. Shalat nafilah yang dilakukan dengan ada sebab, seperti : shalat gerhana, shalat tahiyyat masjid, dan lain sebagainya.[4]

Pada kesempatan ini, kami akan lebih menjelaskan lebih panjang lebar tentang shalat nafilah yang dikerjakan dikarenakan tidak ada sebab. Karena pembahasan shalat sunnah rawatib termasuk di dalam pembahasan ini.

  • Shalat nafilah yang dilakukan dengan tidak ada sebab, terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :
  • Sunnat-sunnat rawatib yang lebih muakkadah (yang dikuatkan), yaitu yang dikerjakan oleh Rosulullah, di dalam safar, yaitu sunnat witir dan dua rakaat fajar.
  • Sunnat-sunnat rawatib yang muakkadah yang dikerjakan oleh Rosulullah di dalam hadhar saja, tidak di dalam safar, yaitu sunnat-sunnat rawatib yang mengiringi fardhu saja dan sunnat tahajjud.
  • Sunnat-sunnat rawatib muakkadah yang mengiringi fardhu, ialah dua rakaat atau empat rakaat sebelum shalat dhuhur, dua rakaat sesudah shalat dhuhur, dua rakaat (sesudah jum’at), dua rakaat sesudah shalat maghrib, dua rakaat sesudah shalat ‘isya dan dua rakaat sebelum shalat shubuh.
  • Sunnat-sunnat rawatib ghoiru muakkadah (tidak dikuatkan) yang mengiringi shalat fahdu yang ada dianjurkan atau dibenarkan oleh Rosulullah ialah dua rakaat sebelum shalat dhuhur-selain dari yang telah disebutkan di atas-, dua rakaat sesudah shalat dhuhur, empat rakaat sebelum shalat ashar, dua rakaat sebelum shalat maghrib, dua rakaat sebelum shalat ‘isya dan dua rakaat dhuha.[5]

Hal-hal Yang Disunnahkan dalam Shalat Sunnat Rawatib

Dalam setiap waktu saat melaksanakan shalat rawatib mempunyai mempunyai keutamaan sendiri-sendiri, yaitu :

a. Shalat sunnat fajar.

  1. Shalat sunnat fajar dikerjakan di rumah, sesudahnya kemudian pergi ke masjid
  2. Bacaan dalam shalat sunnat fajar, surat Al Kafirun di rakaat pertama dan Al Ikhlas di rakaat yang kedua
  3. Sesudah shalat sunnat fajar disunatkan memperbanyak membaca istighfar
  4. Apabila shalat sunnat fajar di rumah, berbaringlah sejenak, sesudah bershalat. Setelah itu barulah pergi ke masjid
  5. Shalat sunnat fajar yang terlupa di qadha. 

b. Shalat sunnat dhuhur

Shalat sunnat dhuhur ini boleh dikerjakan empat rakaat, boleh enam, dan boleh delapan. Menurut hadits al Bukhori dari Ibnu Umar, dua rakaat sebelum shalat dhuhur dan dua rakaat sesudahnya.

Menurut hadits Muslim dari Abdullah ibn Syaqiq enam rakaat yaitu empat rakaat sebelum shalat dhuhur dan dua rakaat sesudahnya. Hal-hal ini karena Nabi kadang-kadang mengerjakan dua rakaat saja, kadang-kadang empat rakaat, atau dua rakaat di rumah dan dua rakaat lagi di masjid. Shalat empat rakaat ini dikerjakan tanpa duduk tasyahud pertama, apabila disekaliguskan.

Nabi pernah mengqadha shalat sunnat dhuhur qabliyah setelah selesai shalat dhuhur dan sunnat dhuhur ba’diyah dan pertama Nabi mengqadha sunnat dhuhr ba’diyah sesudah shalat ashar.

c. Shalat Sunnat Maghrib.

Rosulullah pernah meninggalkan shalat sunnat setelah shalat maghrib. Disukai supaya membaca dalam rakaat pertama Al Kafirun, dan dalam rakaat kedua Al Ikhlas. Disukai supaya sunnat maghrib ini dikerjakan di rumah, sekembali dari masjid.

d. Shalat Sunnat ‘Isya

Disukai supaya shalat sunnat ‘isya dikerjakan di rumah juga.

e. Shalat Sunnat Dhuha

Banyak hadits menerangkan tentang menerangkan keutamaan shalat dhuha. Waktunya ialah dari sejak tinggi matahari kira-kira sepenggalah dan dikerjakan sebelum terik benar. Shalat sunnat dhuha ini sekurang-kurangnya dua rakaat. Nabi pernah mengerjakan sebanyak-banyaknya delapan rakaat.[6]

Bilangan Shalat Rawatib

Beberapa shalat sunnat yang mengikuti shalat-shalat fardhu dan juga dapat disebut sebagai shalat rawatib itu ada 17 rakaat, yaitu :

  1. 2 rakaat shalat sunnat shubuh.
  2. 4 rakaat sebelum shalat dhuhur. 
  3. 2 rakaat sesudah shalat dhuhur.
  4. 4 rakaat sebelum shalat shalat ‘ashar. 
  5. 2 rakaat sesudah shalat maghrib.
  6. 3 rakaat sesudah shalat ‘isya, salah satunya tiga rakaat tersebut merupakan shalat witir.

Tetapi dari shalat-shalat sunnat rawatib tersebut yang sangat ditekankan (untuk dikerjakan) ada 10 rakaat, yaitu :

  1. 2 rakaat sebelum shalat shubuh. 
  2. 2 rakaat sebelum shalat dhuhur.
  3. 2 rakaat sesudah shalat dhuhur. 
  4. 2 rakaat sesudah shalat maghrib. 
  5. 2 rakaat sesudah shalat ‘isya.[7]

Tata Cara Melaksanaan Shalat Sunnah Rawatib Berdasarakan Tuntunan Nabi SAW
Shalat itu mempunyai tata cara dan rukun-rukun pada hakekatnya dapat tersusun dan seandainya salah satunya diantaranya ketinggalan maka dipandang tidak syah menurut syariat agama Islam. Yang dimaksud syarat dan rukun disini adalah sesuatu yang tidak sah shalat seseorang apabila ia tidak ada. Sayid Sabiq menjelaskan bahwa syarat shalat ialah syarat-syarat yang mendahului shalat dan wajib dipenuhi oleh orang-orang yang hendak mengerjakan shalat, dengan ketentuan bila ketinggalan salah satu diantaranya maka shalatnya batal.[8] Sedangkan yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu bagian pokok yang harus dipenuhi dan bila tidak terpenuhi maka shalatnya dipandang tidak sah.

Syarat wajib yaitu seseorang diwajibkan melaksanakan shalat apabila memenuhi syarat yaitu

  1. Islam,  apabila seseorang yang belum menyatakan diri memeluk agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, ia tidak diwajibkan shalat
  2. Suci dari haid dan nifas, bagi wanita yang sedang dalam kondisi haid atau nifas, tidak mendapat kewajiban melaksanakan shalat
  3. Baligh dan berakal sehat, yang dimaksud dengan baligh atau dewasa, bagi laki-laki adalah ketika ia berumur 15 tahun atau keluar sperma. Sedangkan bagi wanita apabila mengeluarkan darah haid. Sedangkan berakal diartikan mereka dalam kondisi sehat (waras) bagi mereka yang akalnya tidak waras (misalnya gila atau mabuk) maka tidak ada kewajiban shalat atasnya.[9]

Setelah diterangkan syarat wajib shalat, maka sebelum mengerjakannya perlu diketahui tentang syarat sah seperti

  1. Suci anggota dari hadats kecil dan hadats besar,  Hadas seperti junub disucikan dengan mandi dan hadas kecil disucikan dengan berwudlu firman Allah SWT: Apabila kamu junub, maka hendaklah kamu bersuci yaitu mandi (QS: Al-Maidah:6)
  2. Suci badan pakaian dari tempat najis
  3. Menutup aurat, Seseorang yang melaksanakan shalat baik dalam keadaan gelap ataupun terang harus menutup aurat. Adapun yang dinamakan aurat adalah sifat kekurangan dan cela serta apapun yang membuat kita malu memperlihatkannya36
  4. Mengetahui waktu shalat, Jika seseorang melakukan shalat maka harus mengetahui waktu shalat
  5. Menghadap kiblat, Yang dimaksud dengan kiblat adalah ka’bah, menghadap kiblat adalah syarat sah shalat bagai orang yang melakukannya, firman Allah dalam surat AL-Baqarah Ayat 144: Maka palingkanlah mukamu kearah masjidil haram dan dimanapun juga kamu berada, maka palingkan mukamu kearahnya. (QS: AL- Baqarah: 144)

Meskipun demikian dalam keadaan tertentu kita diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat, yaitu pada saat:

a) Dalam keadaan bershalat bagi orang yang berkendaraan.
b) Dalam keadaan bershalat dengan terpaksa sedang sakit atau sedang dalam keadaan ketakutan.[10]

Rukun shalat

Yaitu sesuatu yang dilaksanakan ketika shalat, karena dalam tata cara melaksanakan sholat rawatib rukun merupakan sesuatu yang wajib maka hal-hal berikut ni perlu diperhatikan. Adapun rukun rukun shalat yaitu:

  1. Niat yaitu kesengajaan yang dilaksanakan dengan hati untuk melakukan shalat, sehingga bisa dibedakan antara shalat dengan pekerjaan lain.
  2. Takhbiratul ikhram yaitu membaca Allahu akbar ketika berdiri di tempat shalat dengan menghadap kiblat.
  3. Berdiri bagi yang mampu ini berarti bahwa seseorang yang mampu tidak boleh melaksanakan shalat dalam keadaan duduk atau berbaring.
  4. Membaca surat Al-fatihah.
  5. Rukuk dan tuma’ninah
  6. Iktida` dan tuma’ninah
  7. Sujud dan tuma’ninah
  8. Duduk diantara dua sujud
  9. Duduk tasyahud akhir
  10. Membaca shalawat kepada nabi Muhammad SAW
  11. Salam[11]
  12. Tertib[12]

Keutamaan Mengerjakan Shalat Sunnat Rawatib

Rasulullah saw. telah menerangkan fadhilah shalat sunnat rawatib dengan sabdanya: Tidak ada seorang muslim yang bershalat karena Allah semata-mata pada tiap-tiap hari, dua belas rakaat tathawwu’-selain dari shalat-shalat fardhu, melainkan didirikan oleh Allah baginya suatu rumah di dalam surga, atau melainkan didirikan untuknya sebuah rumah di dalam surga yakni : empat rakaat sebelum shalat dhuhur, dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya da dua rakaat sebelum shalat shubuh. (H.R. Muslim dan Abu Daud)

Ketika seseorang melanggengkan shalat sunnat rawatib yang telah tersebut di dalam hadits tersebut, Allah akan membangunkan sebuah rumah di dalam surga. Walaupun begitu dalam melaksanakannya haruslah secara terus menerus. Tidak hanya sesekali dalam sehari besoknya tidak dan terus seperti itu. Tetapi dilaksanakan dengan terus menerus. Sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
**
Catatan Kaki**

[1] Faisal Ibnu Abul Aziz Al-Mubarok, Nailul Author, terj. Muhammad Hamidi, Imron A.M dan Imam Fanani, (Surabaya: Bina Ilmu, t.th), hlm. 265
[2] Mujibur Rahman Muhammad Usman, Aunil Ma’bud syarah imam Abu Dawud Juz II, (T. kp. Maktabah Assalafiah, t.th), 162
[3] Hasbi As-Shidiqy, Pedoman Shalat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, cet. 1, 2001), hlm 291
[4] Hasbi As-Shidiqy, Pedoman Shalat, hlm. 292
[5] Hasbi As-Shidiqy, Pedoman Shalat, hlm. 293
[6] Hasbi As-Shidiqy, Pedoman Shalat, hlm. 294
[7] Imron Abu Amar, Fatkhul Qarib Terjemah, (Kudus: Menara, 1998), hlm. 79-80
[8] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah I, (Bandung: Al-Ma’ruf, 2008), hlm. 20
[9] Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2000), hlm. 41
[10] Hasbi As-Shidiqy, Pedoman Shalat, hlm. 22
[11] Abu thalib Al-Makki, Tafsir Sufistik Rukun Islam, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005), hlm. 70-71
[12] Ahmad Thib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Presindo Media, 2003), hlm. 206

Panduan Lengkap Tata Cara Shalat Sunnah Rawatib Berdasarkan Tuntunan Rasulullah SAW

Hukum dan Syarat-Syarat Poligami
Ditulis oleh Izzul Islam pada tanggal 9 November 2016

Baca juga